Ketika kita mendengar kata "pidato publik", yang terbayang mungkin seorang politisi di podium besar atau upacara kenegaraan. Padahal, pidato publik itu ada banyak jenisnya, dan masing-masing punya tujuan serta "aturan main" yang berbeda. Aristoteles, si ahli retorika, sudah mengelompokkan jenis-jenis pidato ini menjadi tiga kategori besar yang relevan sampai sekarang. Yuk, kita lihat apa saja arena-arena retorika ini!
1. Pidato Politik (Deliberatif): Bicara Masa Depan, Demi Kebaikan Bersama
Bayangkan kamu sedang mendengarkan seorang calon pemimpin daerah yang berjanji akan membangun sekolah baru atau meningkatkan layanan kesehatan. Dia berbicara tentang visi, rencana, dan bagaimana semua itu akan membuat masa depan lebih baik. Nah, ini adalah contoh dari Pidato Politik atau sering juga disebut Deliberatif.
- Fokusnya: Selalu berhubungan dengan masa depan. Apa yang harus kita lakukan? Apa yang seharusnya terjadi?
- Isinya: Biasanya berupa rencana, himbauan untuk melakukan sesuatu, atau penolakan terhadap suatu ide/kebijakan.
- Tujuannya: Untuk menentukan apakah sesuatu itu berguna atau tidak berguna bagi masyarakat. Apakah ide ini akan membawa kebahagiaan? Keuntungan? Kebaikan bersama?
- Premisnya: Berputar pada konsep kebahagiaan, keuntungan/kebaikan, dan bagaimana semua itu sesuai dengan konstitusi atau aturan yang berlaku.
Contoh sederhananya, diskusi di rapat OSIS tentang program kerja tahun depan, atau rapat RT untuk memutuskan pembangunan pos kamling. Semua itu adalah bentuk pidato politik dalam skala kecil, di mana kita bicara tentang apa yang sebaiknya dilakukan di masa depan demi kebaikan bersama.
2. Pidato Pengadilan (Forensik): Bicara Masa Lalu, Demi Keadilan
Sekarang pindah ke ruang sidang. Kamu melihat jaksa menuntut seseorang, atau pengacara yang membela kliennya. Mereka fokus pada apa yang sudah terjadi, mencari tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini adalah Pidato Pengadilan atau Forensik.
- Fokusnya: Selalu berhubungan dengan masa lalu. Apa yang sudah terjadi? Siapa yang melakukannya?
- Isinya: Biasanya berupa menerima atau menolak tuduhan. Ada yang menuduh, ada yang membela diri.
- Tujuannya: Untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu adil atau tidak adil.
- Premisnya: Berputar pada perbuatan salah dan motifnya, apakah ada kesenangan di balik perbuatan itu, pikiran pelaku dan korban, serta mempertimbangkan keadilan dan level kesalahan yang mungkin dilakukan.
Tidak hanya di pengadilan, saat kamu dan temanmu berdebat tentang siapa yang duluan merusak mainan waktu kecil, atau saat kamu mencoba menjelaskan mengapa kamu terlambat kemarin, itu juga adalah bentuk pidato pengadilan kecil-kecilan. Kamu sedang bicara tentang masa lalu untuk mencari keadilan atau pembenaran.
3. Pidato Seremonial (Epideiktik): Bicara Masa Kini, Demi Penghargaan atau Celaan
Terakhir, bayangkan kamu menghadiri acara wisuda dan ada yang menyampaikan pidato perpisahan atau pidato sambutan untuk para pahlawan. Pidato ini biasanya penuh pujian, inspirasi, atau kadang juga celaan. Ini adalah Pidato Seremonial atau Epideiktik.
- Fokusnya: Selalu berhubungan dengan masa kini. Merayakan, menghormati, atau mengkritik apa yang ada saat ini.
- Isinya: Biasanya berupa pujian atau celaan.
- Tujuannya: Untuk menentukan apakah seseorang atau sesuatu itu terhormat atau tercela.
- Premisnya: Berputar pada konsep baik/buruk dan terhormat/tercela.
Contoh lain adalah pidato di acara ulang tahun untuk memuji seseorang, pidato di upacara bendera untuk menghormati jasa pahlawan, atau bahkan tulisan di media sosial yang mengkritik suatu kebijakan yang sedang berlaku. Semua itu adalah bentuk pidato seremonial, di mana kita bicara tentang kondisi saat ini untuk memberikan apresiasi atau kritik.
Jadi, lain kali kamu melihat atau mendengar seseorang berbicara di depan umum, coba perhatikan: apakah dia bicara tentang masa depan (politik), masa lalu (pengadilan), atau masa kini (seremonial)? Dengan memahami tiga jenis pidato ini, kita bisa lebih cerdas dalam menyusun pesan dan juga lebih kritis dalam menerima informasi. Setiap arena punya tujuannya sendiri, dan retorika adalah kuncinya!