Press ESC to close

Cinta yang Menghitung: Ketika Dua Hati Menjadi Mitra Strategis

  • Mei 16, 2025
  • 2 minutes read

Pertemuan di Kedai Kopi

Lampu temaram di sudut kedai itu menyinari wajah Rani yang sedang memelototi spreadsheet di layar laptopnya.

"Lihat, kita cocok 78%," katanya sambil menunjuk grafik berwarna-warni. "Kebutuhan emosionalmu terpenuhi 85%, sementara kebutuhan praktisku tercover 72%. Menurut algoritma ini, kita seharusnya berhasil."

Dari seberang meja, Arga menghela napas. "Kalau cinta bisa dihitung seperti neraca keuangan, kenapa masih ada perusahaan yang bangkrut?"


Utilitarianisme: Filsafat Cinta yang Pragmatis

Jeremy Bentham, sang bapak utilitarianisme, mungkin akan tersenyum melihat hubungan modern hari ini. Prinsipnya sederhana: kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbanyak.

Dalam konteks asmara:

  • Hubungan ideal adalah yang memberikan nilai tambah bagi kedua belah pihak

  • Konflik muncul ketika rasio memberi-dan-menerima tidak seimbang

  • Perceraian terjadi ketika biaya emosional melebihi manfaat hubungan

John Stuart Mill menambahkan: "Tapi kebahagiaan itu harus bermutu, bukan sekadar kuantitas."


Tiga Pola Hubungan Utilitarian

  1. Partnership Klasik
    Seperti bisnis keluarga, hubungan dibangun atas dasar pembagian peran yang jelas. Dia memasak, aku mencuci. Dia menghasilkan uang, aku mengurus anak.

  2. Tim Upgrade Diri
    Dua orang bersatu karena melihat potensi peningkatan mutual. "Dia membantuku lebih disiplin, aku membantunya lebih ekspresif."

  3. Bargain Emotional
    "Aku menerima sifat pemarahnya karena dia sangat setia." Seperti membeli paket kombo—menerima yang kurang enak untuk mendapatkan yang diinginkan.


Eksperimen Pikiran: Pernikahan vs Startup

Bayangkan sebuah perusahaan rintisan:

  • Ada pembagian saham (waktu dan perhatian)

  • Ada business plan (rencana keluarga)

  • Ada exit strategy (perjanjian pranikah)

Bukankah hubungan jangka panjang modern mirip dengan ini? Kita mulai menyadari bahwa cinta saja tidak cukup—perlu value proposition yang jelas.


Kisah Dua Musisi

Seorang pianis jenius dan penyymphoni brilian memutuskan berkolaborasi.

"Kau butuh interpretasi emosionalku," kata sang pianis.
"Kau butuh struktur logikaku," balas penyymphoni.

Mereka menciptakan masterpiece bukan karena cinta romantis, tapi karena saling melengkapi seperti puzzle.


Batasan-Batasan Cinta Rasional

  1. Kalkulasi yang Dingin
    Ketika setiap pelukan mulai diukur dalam satuan "berapa menit waktu yang terbuang"

  2. Erosi Kejutan
    Tak ada lagi bunga spontan karena "itu tidak cost-effective"

  3. Krisis Makna
    Hubungan menjadi transaksional, kehilangan magic "together against the world"


Penutup: Antara Spreadsheet dan Bintang-Bintang

Di akhir pertemuan itu, Rani menutup laptopnya perlahan. "Mungkin ada satu kolom yang belum kita masukkan dalam kalkulasi."

"Apa?" tanya Arga.

"Kolom 'hal-hal tak terduga'. Yang tidak bisa diukur, tapi membuat hidup berarti."

Jeremy Bentham mungkin berdebat di kuburnya, tapi John Stuart Mill akan tersenyum. Cinta yang baik memang memberi manfaat—tapi manfaat terbesarnya justru ketika kita berani melampaui kalkulasi.


💬 Renungan:
"Jika hubunganmu adalah sebuah perusahaan, apa mission statement-nya? Apakah sekadar profit, atau ada tujuan lebih mulia?"

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *