Press ESC to close

Dari Mengendalikan Emosi sampai Menjadi Manusia Seutuhnya

  • Mei 22, 2025
  • 3 minutes read

Halo, teman-teman! Kita sudah tahu bahwa retorika itu seni bicara yang dalam, dan orator ideal itu punya karakter yang kuat. Sekarang, mari kita bicara tentang pondasi dari semua itu: pendidikan! Mengapa Quintilianus begitu menekankan pentingnya pendidikan, dan bagaimana ia membayangkan proses belajar retorika yang ideal?

Pentingnya Pendidikan: Bukan Sekadar Ilmu, tapi Pengendali Diri dan Pikiran

Coba kita renungkan, manusia itu makhluk yang unik. Kita punya akal untuk berpikir, tapi kita juga punya emosi dan impuls yang kadang susah dikendalikan. Pernah merasa marah atau sedih sampai sulit berpikir jernih? Atau melakukan sesuatu impulsif yang kemudian kita sesali? Nah, di sinilah pendidikan memainkan peran krusial.

Quintilianus percaya bahwa pendidikan itu bukan cuma soal mengisi kepala dengan fakta dan angka. Lebih dari itu, pendidikan adalah alat yang sangat ampuh untuk mengendalikan emosi dan impuls kita dengan akal. Dengan belajar, kita dilatih untuk berpikir kritis, membuat keputusan yang rasional, dan tidak mudah terbawa perasaan sesaat. Pendidikan membantu kita menjadi pribadi yang lebih stabil dan bijaksana. Ia melatih kita untuk berpikir, bukan hanya bereaksi.

Tahapan Pendidikan Retorika: Perjalanan dari Dasar sampai Mahir

Melihat betapa pentingnya pendidikan ini, Quintilianus merancang sebuah tahapan yang komprehensif untuk mendidik seorang orator. Ini seperti peta perjalanan dari titik nol sampai menjadi seorang ahli:

  1. Sekolah Dasar (Ludus) - Usia Sekitar 7 Tahun: Ini adalah fondasi paling awal. Fokus utamanya adalah melatih cara berpikir anak-anak. Mereka diajarkan dasar-dasar yang akan menjadi landasan bagi kemampuan retorika di masa depan.
  2. Gramatikus - Usia Sekitar 13 Tahun: Setelah dasar berpikir, tahap selanjutnya adalah memperdalam kemampuan berbahasa. Di sini, murid-murid akan belajar tata bahasa, sastra, dan bagaimana menggunakan kata-kata dengan efektif. Ini adalah kunci untuk bisa menyusun kalimat yang baik dan memahami teks yang kompleks.
  3. Retorika: Ini adalah puncaknya. Setelah memiliki dasar berpikir yang kuat dan kemampuan berbahasa yang mumpuni, barulah mereka diajarkan seni retorika secara mendalam, termasuk teknik-teknik pidato, argumentasi, dan persuasi.

Jadi, bisa dilihat bahwa Quintilianus percaya pada proses yang bertahap dan terstruktur, di mana logika dan bahasa adalah kunci utama sebelum masuk ke retorika yang lebih kompleks.


Dasar Pendidikan Retorika: Filsafat Manusia dan Esensi Kita

Mengapa Quintilianus begitu yakin dengan sistem pendidikan ini? Dasarnya adalah pandangannya tentang filsafat manusia. Ia meyakini bahwa:

  • Manusia adalah Model Para Dewa dengan Akal untuk Berpikir dan Belajar: Baginya, manusia itu istimewa. Kita dikaruniai akal yang membedakan kita dari makhluk lain. Akal ini memungkinkan kita untuk berpikir, belajar, dan berkembang.
  • Akal, Bahasa, dan Nilai Membedakan Manusia: Tiga hal ini adalah esensi kemanusiaan kita. Akal membuat kita bisa bernalar, bahasa memungkinkan kita berkomunikasi dan menyampaikan pikiran, dan nilai-nilai membentuk moral serta perilaku kita.

Jadi, tujuan utama dari pendidikan retorika (dan pendidikan secara umum) adalah untuk mengembangkan ketiga aspek ini secara optimal. Dengan melatih akal, bahasa, dan menanamkan nilai-nilai luhur, kita tidak hanya membentuk seorang orator yang terampil, tetapi juga manusia seutuhnya yang mampu berkontribusi pada masyarakat dengan cara yang paling baik.

Singkatnya, bagi Quintilianus, pendidikan adalah perjalanan pembentukan diri yang esensial, dimulai dari dasar yang kuat, melalui tahapan yang terstruktur, dan berakar pada pemahaman mendalam tentang apa artinya menjadi manusia.

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *