Press ESC to close

Disiplin dan Kebebasan

  • Jul 21, 2025
  • 2 minutes read

Menjelajahi Tarik Ulur Antara Disiplin dan Kebebasan: Belajar dari Para Filsuf

 

Pernahkah kamu merasa, "Kok kayaknya susah banget ya hidup ini, mau bebas tapi harus disiplin"? Atau sebaliknya, "Duh, kalau terlalu disiplin malah rasanya terkekang"? Ketegangan antara disiplin dan kebebasan ini memang seperti dua sisi mata uang yang selalu ada dalam hidup kita, baik di lingkup pribadi, pendidikan, bahkan masyarakat secara luas.

Diskusi ini seringkali muncul ketika kita melihat bagaimana masyarakat berperilaku. Kadang, ada anggapan bahwa masyarakat kita ini, khususnya di Indonesia, mungkin kurang terlatih dalam kebebasan. Apa maksudnya? Bukan berarti kita tidak bebas, tapi mungkin kita belum sepenuhnya memahami bahwa kebebasan sejati itu datang dengan tanggung jawab besar dan disiplin diri. Jika tidak, kebebasan bisa jadi "liar" atau bahkan mengarah pada anarki, seperti yang kadang kita lihat di media sosial. Kebebasan yang benar justru membutuhkan disiplin untuk menghargai hak orang lain dan melakukan refleksi diri.

Para filsuf jauh sebelum kita sudah memikirkan masalah ini. Mereka punya pandangan berbeda tentang sifat dasar manusia:

  • Thomas Hobbes melihat manusia pada dasarnya egois dan hanya peduli pada kepentingan sendiri. Tanpa aturan dan kontrol yang kuat, kehidupan akan menjadi "perang semua melawan semua."
  • Jean-Jacques Rousseau punya pandangan yang lebih optimis. Ia percaya manusia pada dasarnya baik dan penuh empati. Menurutnya, masalah muncul ketika masyarakat dan institusi merusak sifat alami manusia. Empati inilah yang bisa membentuk komunitas.
  • Lalu ada Immanuel Kant, yang punya pandangan menarik: manusia itu "tidak sosial sekaligus sosial" (unsocial sociables). Artinya, kita punya kecenderungan untuk bersosialisasi dan hidup bersama, tapi di sisi lain, kita juga punya sifat egois dan ingin menonjolkan diri. Ketegangan ini justru yang mendorong kemajuan.

Nah, di tengah pandangan-pandangan ini, Pancasila seringkali disebut sebagai kerangka yang mencoba menyeimbangkan aspek komunal dan individual dalam diri manusia Indonesia. Pancasila berusaha menjembatani keinginan kita untuk menjadi individu yang bebas, namun tetap terikat pada nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Tantangannya adalah bagaimana menerjemahkan prinsip filosofis ini menjadi sistem hukum dan sosial yang bisa mengelola tarik ulur antara disiplin dan kebebasan dengan baik.

Memahami ketegangan ini sangat penting, karena ini membantu kita melihat mengapa masyarakat berperilaku demikian, dan bagaimana kita bisa membangun lingkungan yang memungkinkan kebebasan berkembang tanpa kehilangan arah.

Bagaimana menurutmu? Seberapa penting disiplin dalam mencapai kebebasan sejati di era sekarang? Yuk, share pendapatmu!

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *