Press ESC to close

Mencari Soulmate: Apakah Kita Sedang Mencari Cinta atau Bagian dari Diri yang Hilang?

  • Mei 16, 2025
  • 3 minutes read

Suatu hari, di sebuah perpustakaan tua, ada sebuah buku filsafat Yunani kuno. Ada satu kisah yang menarik perhatian—kisah manusia bulat dari Symposium karya Plato.

Konon, dahulu kala, manusia diciptakan dengan dua kepala, empat tangan, dan empat kaki. Mereka begitu kuat sehingga para dewa khawatir. Zeus pun memisahkan mereka menjadi dua, dan sejak saat itu, manusia terpisah-pisah—selalu merindukan belahan jiwa yang hilang.

"Jadi, selama ini kita mencari pasangan bukan sekadar untuk dicintai, tapi untuk menjadi utuh lagi?" 


Soulmate: Mitos atau Kenyataan?

Banyak orang percaya bahwa di dunia ini, ada satu orang yang ditakdirkan untuk kita—seseorang yang akan melengkapi segala kekurangan, memahami tanpa kata, dan membuat hidup terasa sempurna.

Tapi, benarkah demikian?

Seorang teman pernah berkata:
"Aku tidak butuh soulmate. Aku butuh seseorang yang mau berjuang bersamaku, bukan yang membuatku merasa sudah selesai."

Apakah soulmate adalah tujuan, atau justru perjalanan?


Pencarian yang Tak Kunjung Usai

Ada tiga jenis manusia dalam mencari soulmate:

  1. Si Pencari Kepingan – Mereka yakin bahwa dirinya tidak lengkap tanpa pasangan. Setiap hubungan dianggap "sementara" sampai bertemu The One. Hasilnya? Mereka terus melompat dari satu hubungan ke hubungan lain, tak pernah puas.

  2. Si Penunggu Takdir – Mereka percaya soulmate akan datang sendiri, seperti hujan di musim kemarau. Tapi sambil menunggu, mereka tidak mempersiapkan diri. Hingga akhirnya, ketika seseorang baik muncul, mereka tidak siap untuk membangun hubungan.

  3. Si Pembangun Diri – Mereka paham bahwa soulmate bukanlah penyelamat, melainkan teman seperjalanan. Mereka bekerja pada diri sendiri terlebih dahulu, sehingga ketika cinta datang, mereka bisa mencintai dengan utuh—bukan karena butuh, tapi karena memilih.


Lalu, Apa Arti Soulmate yang Sebenarnya?

Dalam filsafat, konsep soulmate sering dikaitkan dengan keutuhan diri. Tapi, keutuhan itu tidak datang dari luar—melainkan dari pengenalan akan diri sendiri.

Seperti kata Rumi:
"Kamu bukan setetes air di lautan. Kamu adalah lautan itu sendiri, dalam setetes."

Artinya, kita sudah utuh sejak awal. Soulmate bukanlah orang yang melengkapi kita, melainkan orang yang membantu kita mengingat bahwa kita sudah lengkap.


Cinta Sejati: Bukan Tentang Menemukan, Tapi Menciptakan

Kisah seorang nenek yang sudah 60 tahun menikah. Ketika ditanya, "Bagaimana caranya menemukan soulmate?"

Dia tersenyum:
"Dulu, suamiku dan aku bukan soulmate. Kami hanya dua orang biasa yang memilih untuk saling mencintai setiap hari. Lama-lama, jadilah kami soulmate."

Soulmate bukan sesuatu yang ditemukan, melainkan sesuatu yang dibangun.


Apakah Kamu Masih Mencari Soulmate?

Jika hari ini kamu masih mencari seseorang untuk membuatmu merasa utuh, coba tanyakan pada dirimu:
"Apakah aku sudah mencintai diriku sendiri sepenuhnya?"

Karena, seperti kata filsuf Kahlil Gibran:
"Kamu lahir bersama, dan bersamamu kamu akan selamanya. Kamu akan bersama saat sayap-sayap maut mencerai-beraikan hari-harimu."

Mungkin, soulmate sejati adalah diri kita yang sudah damai, dan cinta dari orang lain hanyalah cermin dari cinta itu sendiri.


💬 Bagaimana pendapatmu? Apakah kamu percaya soulmate ada? Atau justru kita yang menciptakannya?

Tulis di komentar, mari berdiskusi!

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *