Press ESC to close

Mengenal Tujuan Sejati Retorika dan Cara Menjadi Orator Ideal

  • Mei 22, 2025
  • 4 minutes read

Halo, teman-teman pembaca! Setelah kita ngobrol tentang betapa luasnya retorika dan pentingnya moral bagi seorang pembicara, sekarang yuk kita bahas hal yang tak kalah penting: apa sebenarnya tujuan utama dari retorika? Dan bagaimana kita bisa melatih diri menjadi seorang orator yang ideal?

Tujuan Sejati Retorika: Bukan untuk Menang, Tapi Menyampaikan dengan Baik

Bayangkan sebuah debat atau diskusi. Seringkali, kita fokus pada "siapa yang akan menang" atau "siapa yang argumennya paling kuat." Tapi, Quintilianus punya pandangan yang berbeda dan lebih mulia. Baginya, tujuan retorika yang sejati bukanlah untuk menang dalam perdebatan semata, melainkan untuk menyampaikan kebenaran atau pesan dengan sebaik mungkin.

Tentu saja, kita semua ingin argumen kita diterima atau gagasan kita dipahami. Namun, Quintilianus mengajarkan bahwa seorang orator yang baik akan berfokus pada kualitas penyampaiannya. Hasil akhirnya, apakah gagasannya diterima atau tidak, sebagian berada di luar kendali si orator. Yang terpenting adalah kita sudah berusaha menyampaikan pesan itu dengan jujur, jelas, dan dengan cara yang paling efektif. Ini membebaskan kita dari tekanan untuk selalu "menang" dan justru mendorong kita untuk fokus pada esensi komunikasi yang berkualitas.


Cara Membangun Retorika yang Baik: Tiga Kunci dari Quintilianus

Lalu, kalau begitu, bagaimana caranya kita bisa menjadi pembicara yang baik, yang fokus pada penyampaian yang berkualitas? Quintilianus memberikan tiga kunci sederhana namun mendalam:

  1. Imitasi (Meniru): Ini bukan berarti menjiplak, ya! Imitasi di sini berarti belajar dari para pembicara hebat. Perhatikan bagaimana mereka menyusun kalimat, menggunakan intonasi, mengatur jeda, atau bahkan ekspresi wajah. Kita bisa meniru gaya mereka yang efektif, lalu menyesuaikannya dengan kepribadian kita sendiri. Ibarat belajar memasak, kita meniru resep chef terkenal, lalu memodifikasinya jadi gaya kita.
  2. Latihan: Sama seperti otot, kemampuan bicara juga perlu dilatih. Ini bisa berarti latihan berbicara di depan cermin, merekam diri sendiri, atau bahkan berlatih di depan teman. Semakin sering kita berlatih, semakin terbiasa lidah kita merangkai kata dan pikiran kita mengalir dengan lancar.
  3. Deklamasi (Praktik Nyata): Ini adalah puncaknya. Setelah meniru dan berlatih, saatnya terjun langsung! Ikut diskusi, berani bertanya di kelas atau rapat, atau bahkan mulai membuat konten bicara sendiri. Praktik nyata di hadapan audiens (meskipun kecil) adalah guru terbaik. Dari sana, kita akan belajar bagaimana merespons situasi tak terduga, mengelola kegugupan, dan menyesuaikan gaya bicara kita.

Ciri-ciri Orator Ideal: Lebih dari Sekadar Bicara

Dengan dedikasi pada tiga kunci di atas, kita bisa selangkah lebih dekat menjadi orator ideal yang diidamkan Quintilianus. Ciri-ciri orator ideal ini sangat menarik, karena lagi-lagi, tidak hanya tentang kemampuan bicara, tapi juga tentang karakter:

  • Ahli Berbicara: Tentu saja, ia memiliki kemampuan komunikasi yang luar biasa, mampu menyampaikan pesan dengan jelas dan persuasif.
  • Mampu Membimbing Masyarakat: Orator ideal menggunakan kemampuannya untuk mengarahkan dan mempengaruhi masyarakat ke arah yang lebih baik, bukan menyesatkan.
  • Terampil Membela Kebenaran dan Mengkritik Kesalahan: Ia berani berdiri tegak untuk kebenaran dan tidak segan mengoreksi atau mengkritik hal-hal yang keliru, dengan argumentasi yang kuat.
  • Menjalankan Apa yang Diucapkan: Ini penting sekali! Seorang orator ideal adalah orang yang walk the talk. Apa yang keluar dari mulutnya, itu juga yang ia lakukan dalam hidupnya. Ini membangun kredibilitas dan kepercayaan.
  • Tidak Mudah Takut atau Kecewa: Tantangan dalam berbicara atau menyampaikan kebenaran pasti ada. Orator ideal punya ketahanan mental untuk menghadapi rintangan tanpa mudah menyerah.
  • Fokus pada Menjadi Lebih Baik dan Memberikan Manfaat: Tujuannya selalu untuk terus belajar, berkembang, dan memberikan dampak positif bagi orang lain dan lingkungannya.
  • Menyampaikan secara Patut Jika Manfaat dan Kebenaran Belum Pasti: Jika suatu gagasan belum sepenuhnya matang atau kebenarannya masih perlu digali, ia akan menyampaikannya dengan hati-hati dan secara proporsional, tidak memaksakan.

Sungguh inspiratif, bukan? Menjadi seorang orator yang baik itu ternyata melibatkan kombinasi kemampuan berbicara yang terasah dan karakter yang kuat. Ini adalah perjalanan panjang, tapi sangat layak untuk diperjuangkan!

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *