Yang menarik, prinsip-prinsip Stoisisme ini bisa selaras dengan banyak ajaran spiritual, termasuk Islam. Meskipun Stoisisme banyak berfokus pada pengendalian diri dan penerimaan terhadap hal-hal yang di luar kendali kita, Islam menambahkan satu variabel penting: "Qadar" atau kehendak Tuhan.
Dalam Stoisisme, Anda belajar menerima apa yang terjadi. Dalam Islam, selain menerima, ada elemen harapan yang mendalam. Ketika Anda dihadapkan pada tantangan yang tampaknya mustahil, keyakinan pada Qadar—bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan—memberi Anda kekuatan dan keyakinan bahwa ada kemungkinan di luar pola normal. Ini bisa menjadi sumber harapan yang luar biasa, bahkan saat logika manusia berkata lain.
Lebih jauh lagi, dalam tradisi mistisisme Islam, yang dikenal sebagai Tasawuf, tujuan akhirnya bukanlah sekadar kebahagiaan atau kenyamanan diri. Tujuan utamanya adalah Tuhan itu sendiri. Ini mengalihkan fokus dari hanya sekadar perbaikan diri demi diri sendiri, menjadi sebuah perjalanan batin yang lebih dalam, di mana ingatan akan Tuhan menjadi pusat segalanya. Ketika Anda terus-menerus terhubung dengan Yang Maha Kuasa, masalah-masalah duniawi, betapapun beratnya, bisa terasa kecil dan tidak berarti.
Praktik Stoisisme dalam Hidup Anda
Stoisisme adalah filosofi yang sangat praktis dan mudah diakses. Ini bukan sekumpulan teori yang rumit, melainkan panduan nyata untuk berperilaku etis dan mencapai kebahagiaan dalam hidup sehari-hari Anda.
Tentu, seperti halnya filosofi lainnya, mungkin tidak semua aspek Stoisisme cocok untuk setiap orang, terutama jika Anda mencari perubahan yang revolusioner dalam hidup. Namun, inti dari ajarannya—yaitu fokus pada apa yang bisa Anda kendalikan (pikiran dan respons Anda) dan menerima apa yang tidak bisa Anda kendalikan—sangatlah berharga.
Mungkin Anda tidak perlu menjadi seorang Stoik seutuhnya, tapi menggabungkan perspektif Stoik ke dalam area kehidupan tertentu bisa membawa manfaat besar. Anda bisa mulai dengan berlatih mengelola reaksi Anda terhadap hal-hal yang membuat frustrasi, atau lebih menerima kenyataan hidup yang tidak selalu berjalan sesuai keinginan.