Press ESC to close

Orator Sejati: Ketika Kebijaksanaan Bertemu dengan Kekuatan Kata

  • Mei 21, 2025
  • 3 minutes read

Pernahkah Anda berpikir, apakah lebih penting menjadi orang yang cerdas dengan banyak ide bagus, atau orang yang pandai bicara dan bisa memengaruhi banyak orang? Dalam sejarah pemikiran tentang komunikasi, pertanyaan ini sudah lama ada. Ada yang bilang isi itu nomor satu, gaya bicara nomor dua. Ada juga yang kebalikannya.

Di sinilah Cicero, orator legendaris dari zaman Romawi, datang dengan pandangannya yang bijak. Dia melihat ada dua "kubu" ekstrem di masanya, dan dia berusaha mendamaikannya.

Menjembatani Dua Dunia: Sofis dan Plato

Bayangkan ada dua kelompok yang sangat berbeda dalam pandangan mereka tentang retorika:

  • Kaum Sofis: Mereka adalah guru-guru bicara yang sangat terkenal di zaman Yunani kuno. Mereka mengajarkan orang bagaimana beretorika, bagaimana berbicara dengan persuasif, bahkan jika tujuannya adalah untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan argumen, tak peduli apakah argumen itu benar atau tidak. Bagi mereka, retorika adalah alat yang sangat ampuh untuk memanipulasi.
  • Plato: Di sisi lain, ada filsuf besar seperti Plato. Dia justru meremehkan retorika. Baginya, retorika seringkali hanya alat untuk memoles kebohongan atau menyesatkan orang. Dia lebih menghargai kebenaran murni dan logika, dan menganggap retorika sebagai sesuatu yang dangkal.

Cicero melihat celah di antara kedua pandangan ekstrem ini. Dia tidak setuju jika retorika hanya dipakai untuk kekuasaan tanpa peduli kebenaran, tapi dia juga tidak mau retorika diremehkan begitu saja.

Menurut Cicero, orator sejati itu harus punya dua hal penting:

  1. Kebijaksanaan (Isi): Artinya, dia harus punya pengetahuan yang luas, pemahaman yang mendalam tentang suatu masalah, dan tentunya, integritas untuk menyampaikan kebenaran. Ini adalah "otak" di balik pesan.
  2. Kemampuan Menyampaikan (Retorika) yang Baik: Ini adalah kemampuan untuk merangkai kata, mengatur nada suara, dan menggunakan bahasa tubuh sehingga pesan yang bijak itu bisa diterima dengan jelas, menarik, dan bahkan menggerakkan audiens. Ini adalah "hati" yang menyampaikan pesan.

Bagi Cicero, dua hal ini tidak bisa dipisahkan. Kamu bisa punya ide paling brilian sedunia, tapi kalau tidak bisa menyampaikannya dengan baik, ide itu akan sia-sia. Sebaliknya, kamu bisa berbicara sangat indah, tapi kalau isinya kosong atau menyesatkan, itu sama saja omong kosong.

Resep "Orator Ideal" ala Cicero

Melihat betapa pentingnya keseimbangan antara isi dan penyampaian, Cicero punya gambaran yang sangat ambisius tentang apa itu orator ideal. Orator ini bukan cuma orang yang jago bicara, tapi semacam "superhero" komunikasi. Cicero menyatakan, orator ideal itu harus memiliki:

  • Ketajaman logika: Dia harus bisa berpikir jernih, menyusun argumen yang kuat, dan melihat hubungan sebab-akibat.
  • Kearifan filsuf: Dia punya pemahaman mendalam tentang hidup, moralitas, dan kebenaran.
  • Kehalusan bahasa puisi: Kata-katanya indah, mampu menyentuh emosi, dan membangkitkan imajinasi.
  • Ingatan pengacara: Dia bisa mengingat fakta, detail, dan argumen dengan sangat baik, kapan pun dibutuhkan.
  • Suara tragedian: Dia punya kemampuan mengatur suara untuk menunjukkan emosi yang kuat, seperti seorang aktor di panggung drama.
  • Gestur aktor terbaik: Bahasa tubuhnya efektif, meyakinkan, dan mendukung setiap kata yang diucapkan.

Bayangkan saja, gabungan semua keahlian ini dalam satu orang! Cicero percaya bahwa orator sejati adalah perpaduan antara seorang pemikir mendalam dan seorang penampil ulung.


Pelajaran untuk Kita

Dari pemikiran Cicero, kita bisa belajar bahwa komunikasi yang efektif itu bukan hanya soal punya ide bagus, tapi juga soal bagaimana kita mengemas dan menyajikannya. Untuk menjadi "orator" di zaman kita — baik itu saat presentasi di kantor, menulis blog, atau sekadar bercerita kepada teman — kita perlu berusaha menggabungkan kebijaksanaan dengan kekuatan dalam menyampaikan.

Jadi, mari kita terus belajar untuk berpikir lebih dalam, sekaligus mengasah kemampuan kita untuk berbicara dan menulis dengan lebih baik. Karena pada akhirnya, pesan terbaik adalah yang bisa sampai dan menggerakkan hati dan pikiran.

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *