Press ESC to close

Pendekatan Kultural dalam Dakwah Walisongo

  • Apr 24, 2025
  • 3 minutes read

Masuknya Islam ke Indonesia

Proses masuknya Islam ke Indonesia masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Berdasarkan hasil seminar yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1963, disimpulkan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau sekitar abad ke-7–8 Masehi. Islam dibawa oleh para pedagang Arab yang singgah di pesisir timur laut Aceh, kemudian berkembang hingga terbentuk masyarakat Muslim dan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai pada tahun 1042 M. Kerajaan ini menjadi pusat penyebaran Islam ke seluruh Nusantara.

Pada tahun 1395 M, dakwah Islam mulai masuk ke Pulau Jawa dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim atas perintah Sultan Zaenal Abidin Bahian Syah dari Samudra Pasai. Untuk memperkuat basis dakwah, Maulana Malik Ibrahim mendirikan pesantren di Leran, Jawa Timur. Selanjutnya, Sunan Ampel melanjutkan perjuangan ini dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta. Dari sinilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh, termasuk para anggota Walisongo, yang berperan besar dalam penyebaran Islam tidak hanya di Jawa tetapi juga ke wilayah lain di Nusantara.

60.png

Pendekatan Kultural dalam Dakwah Walisongo

Sebelum Islam masuk, agama Hindu dan Buddha telah berabad-abad mengakar kuat di Jawa, dengan kerajaan-kerajaan seperti Majapahit yang memadukan kedua kepercayaan tersebut. Menyadari bahwa masyarakat Jawa sangat terikat dengan tradisi dan budaya lokal, Walisongo memilih pendekatan kultural dalam berdakwah. Mereka tidak menghapus tradisi yang ada, tetapi memberikan makna baru yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Strategi Dakwah Kultural Walisongo

  1. Arsitektur Masjid
    Walisongo membangun masjid dengan gaya arsitektur Jawa, seperti Masjid Kudus yang menaranya menyerupai candi. Hal ini membuat masyarakat tidak merasa asing dengan bangunan baru tersebut.

  2. Wayang dan Sastra
    Cerita-cerita wayang seperti Mahabharata dimodifikasi dengan menyisipkan ajaran Islam. Misalnya, Pandawa Lima dikaitkan dengan rukun Islam yang lima.

  3. Adat dan Ritual
    Tradisi selamatan dan sesaji tidak dihilangkan, tetapi diisi dengan doa-doa Islam sehingga masyarakat tetap merasa nyaman dengan perubahan yang terjadi.

  4. Seni Musik dan Tembang
    Walisongo menciptakan tembang Jawa bernuansa Islam, seperti "Lir-Ilir" (Sunan Kalijaga) dan "Asmaradhana" (Sunan Giri), yang mudah diterima masyarakat.

  5. Gamelan Sekaten
    Gamelan digunakan sebagai sarana dakwah dalam perayaan Maulid Nabi, yang kini dikenal sebagai tradisi Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta dan Surakarta.

  6. Seni Ukir
    Motif ukiran yang semula menggambarkan manusia atau binatang diganti dengan dedaunan dan kaligrafi Islam, sesuai dengan ajaran agama.

  7. Filosofi Jawa
    Pepatah Jawa seperti "Adus tanpa warih" (mandi tanpa air) digunakan untuk mengajarkan konsep istighfar (permohonan ampun).

61.png

Tantangan dan Kritik

Meskipun pendekatan ini efektif, Sunan Ampel sempat mengkhawatirkan terjadinya sinkretisme (percampuran ajaran yang tidak murni). Namun, Walisongo berhasil menjaga esensi Islam sambil mempertahankan budaya lokal. Adapun faktor-faktor yang memicu sinkretisme antara lain:

  1. Pengaruh Hindu-Buddha yang sudah mengakar kuat.

  2. Sifat masyarakat Jawa yang cenderung menyatukan berbagai kepercayaan.

  3. Pergeseran pusat kekuasaan Islam ke kerajaan-kerajaan yang lebih feodal, seperti Mataram.

Relevansi Masa Kini

Pendekatan kultural Walisongo masih relevan untuk dakwah di era modern, terutama dalam menjangkau masyarakat abangan atau kejawen. Sayangnya, umat Islam saat ini kurang memanfaatkan budaya lokal sebagai sarana dakwah, padahal agama lain telah mengadopsi strategi serupa.

 

Kesimpulan

Walisongo telah membuktikan bahwa dakwah bisa dilakukan dengan cara yang bijaksana dan toleran, tanpa menghilangkan budaya lokal. Mereka tidak memaksakan perubahan drastis, tetapi secara bertahap mengisi tradisi yang ada dengan nilai-nilai Islam. Pendekatan ini tidak hanya berhasil menyebarkan Islam di Jawa, tetapi juga menjadi contoh bagi metode dakwah yang adaptif dan humanis.

 

Sumber : Pendekatan Kultural dalam Dakwah Walisongo, Afif Rifai, MS
 

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *