Press ESC to close

Perjalanan Sang Sufi dari Balkh - Jalaluddin Rumi

  • Agt 14, 2025
  • 3 minutes read

Di jantung abad ke-13, dari kota Balkh yang subur di Afghanistan, lahirlah seorang tokoh yang kelak akan mengukir namanya di lembaran sejarah spiritualitas dunia: Jalaluddin Rumi. Ia bukan sekadar ulama, melainkan seorang penyair, filsuf, dan pencari kebenaran yang kata-katanya masih menggetarkan hati hingga kini. Rumi adalah suara yang melampaui batas, menyentuh jiwa manusia di mana pun berada.

Pengaruhnya tak lekang oleh zaman. Karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan membuktikan bahwa cinta dan spiritualitas adalah bahasa universal. Tak heran, jejak ajarannya tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga di Barat. Bahkan, sebagai pengakuan atas warisan spiritualnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tahun 2007 sebagai "Tahun Jalaluddin Rumi." Ini adalah bukti nyata betapa pesan-pesannya tetap relevan dan dibutuhkan oleh dunia modern.

Namun, di balik keagungan namanya, ada sebuah kisah yang menjadi titik balik dalam hidup Rumi, sebuah peristiwa yang mengubahnya dari seorang sarjana terpandang menjadi seorang sufi yang mendalami cinta. Semua bermula dari pertemuannya dengan Syamsut Tabrizi, seorang darwis pengembara yang misterius. Pertemuan ini bukan hanya sekadar perkenalan, melainkan sebuah percikan api yang menyulut revolusi batin dalam diri Rumi. Syamsut adalah cermin yang membongkar ego dan rasionalitas Rumi, membimbingnya menuju jalan hati. Sayangnya, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Syamsut menghilang secara misterius, meninggalkan Rumi dalam duka yang teramat dalam. Kehilangan ini, yang seharusnya melumpuhkan, justru menjadi sumber kekuatan terbesar Rumi. Dari palung depresi itulah ia mulai menumpahkan perasaannya, melahirkan ribuan syair yang kini dikenal sebagai mahakarya spiritual. Duka itu adalah pupuk bagi bakat sastranya, mengubah air mata menjadi untaian kata-kata abadi.


Mencari Esensi di Balik Kehidupan

 

Karya-karya yang lahir dari hati Rumi bukan sekadar puisi, melainkan petunjuk jalan menuju pemahaman yang lebih dalam. Gagasan utama Rumi adalah untuk melihat melampaui yang tampak di permukaan. Ia mengajarkan kita untuk tidak tertipu oleh eksistensi lahiriah, tetapi mencari esensi yang tersembunyi di baliknya. Baginya, keindahan sejati bukanlah pada wujud fisik, melainkan pada makna yang terkandung di dalamnya.

Filosofi ini ia terjemahkan dalam ajaran tentang Mikrokosmos dan Makrokosmos. Rumi meyakini bahwa manusia adalah jagat kecil yang mencerminkan seluruh alam semesta. Di dalam diri setiap individu, terkandung seluruh unsur dan misteri alam raya. Oleh karena itu, salah satu pesannya yang paling kuat adalah, "Kenalilah dirimu sendiri, maka engkau akan mengenal Tuhanmu." Ini bukan sekadar nasihat, melainkan sebuah jalan spiritual yang mengajarkan bahwa pencarian Tuhan dimulai dari introspeksi dan pemahaman diri yang mendalam.

Dari ajaran-ajaran inilah, Rumi melahirkan karya-karya abadi yang terus dibaca hingga kini. Di antara kitab-kitab besarnya, terdapat Rubaiyat, kumpulan syair empat baris yang sarat makna; Diwanu Syamsut Tabriz, sebuah dedikasi untuk gurunya; dan yang paling monumental, Masnawi. Karya yang terakhir ini sering disebut sebagai "Qurannya Persia," karena kedalaman dan keluasan ajarannya yang disampaikan melalui 25.000 bait syair. Melalui semua karyanya, Rumi mengajak kita untuk terus mencari, mencintai, dan menyelami makna terdalam dari keberadaan.

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *