Pernahkah kamu dengar seseorang bicara, tapi entah kenapa rasanya 'nyambung' banget? Atau sebaliknya, ada yang bicara tapi rasanya hambar dan pesannya nggak sampai? Nah, ini ada hubungannya dengan tiga aspek penting dalam retorika yang mungkin tanpa sadar sering kita terapkan.
Retorika, seperti yang sudah kita bahas, itu tentang seni membujuk. Tapi, membujuk itu bukan cuma soal kata-kata yang keluar dari mulut kita. Ada tiga pilar utama yang mendukung sebuah komunikasi bisa jadi jitu dan sampai ke hati:
1. Siapa yang Bicara? (Pembicara)
Coba bayangkan ini: kamu lagi sakit perut dan butuh saran. Kamu akan lebih percaya sama dokter yang sudah berpengalaman, kan? Daripada sama teman yang cuma "katanya" tahu obat.
Nah, ini esensi dari aspek pembicara. Siapa yang menyampaikan pesan itu sangat penting. Apakah dia:
- Punya kredibilitas? (Orang yang memang ahli di bidangnya, jujur, dan bisa dipercaya.)
- Terlihat tulus? (Tidak cuma ngomong doang, tapi memang peduli dengan apa yang disampaikan.)
- Menarik perhatian? (Bukan berarti harus jadi artis, tapi punya cara bicara atau gestur yang bikin orang mau mendengarkan.)
Seringkali, sebelum orang mendengarkan apa yang kita katakan, mereka lebih dulu melihat siapa kita. Jadi, kalau ingin pesan kita didengarkan, pastikan kita membangun kredibilitas dan kepercayaan diri saat berbicara.
2. Apa yang Dibicarakan? (Isi Pembicaraan)
Oke, si pembicara sudah oke. Sekarang, apa yang mau dia sampaikan? Ini adalah aspek isi pembicaraan atau pesannya itu sendiri.
Anggaplah kamu lagi di kelas dan gurumu menjelaskan pelajaran sejarah. Gurumu mungkin keren dan lucu, tapi kalau penjelasannya lompat-lompat, tidak jelas, atau banyak salahnya, pasti kamu jadi bingung, kan?
Jadi, isi pembicaraan itu harus:
- Jelas: Tidak bertele-tele, langsung ke inti.
- Logis: Masuk akal, tidak ngawur.
- Relevan: Penting dan berhubungan dengan apa yang dibutuhkan atau ingin diketahui pendengar.
- Didukung fakta atau argumen: Jangan cuma opini kosong, tapi ada dasarnya.
Sehebat apapun kamu berbicara, kalau isinya kosong atau tidak jelas, pesannya akan sulit diterima. Jadi, sebelum berbicara, pastikan kamu tahu betul apa yang ingin kamu sampaikan dan sudah merancangnya dengan baik.
3. Siapa yang Mendengar? (Audiens/Pendengar)
Ini dia aspek yang seringkali terlupakan, padahal krusial banget: audiens atau pendengar.
Bayangkan kamu mau jualan mainan anak-anak. Kamu tidak akan menjelaskan spesifikasi teknis yang rumit kepada anak-anak, kan? Kamu akan bicara dengan bahasa yang sederhana, fokus pada kesenangan bermain, dan warna-warni yang menarik.
Penting sekali untuk memahami siapa yang akan mendengarkan pesan kita:
- Siapa mereka? (Anak-anak? Orang dewasa? Profesional? Umum?)
- Apa yang mereka tahu atau tidak tahu? (Sesuaikan bahasamu dengan tingkat pemahaman mereka.)
- Apa minat mereka? (Libatkan hal-hal yang mereka pedulikan.)
- Bagaimana perasaan mereka? (Apakah mereka senang, sedih, marah, atau netral? Ini akan memengaruhi cara mereka menerima pesan.)
Mengabaikan audiens sama saja dengan melempar koin di tempat gelap: kamu tidak tahu apakah koin itu jatuh di tangan orang yang tepat atau tidak. Dengan memahami audiens, kita bisa menyesuaikan cara berbicara, pilihan kata, bahkan contoh-contoh yang digunakan agar pesan kita "sampai" dan "beresonansi" dengan mereka.
Jadi, lain kali kamu ingin berkomunikasi atau meyakinkan seseorang, ingatlah ketiga pilar ini: siapa kamu (pembicara), apa yang kamu sampaikan (isi), dan kepada siapa kamu berbicara (audiens). Dengan menyeimbangkan ketiganya, kamu akan melihat betapa efektifnya komunikasimu!