Press ESC to close

Rezeki dan Jodoh: Jika Rezeki Harus Dicari, Mengapa Jodoh Hanya Ditunggu?

  • Mei 16, 2025
  • 3 minutes read

Pagi itu, di sebuah warung kopi sederhana, aku mendengar obrolan dua orang teman.

"Aduh, udah 30 tahun masih jomblo juga. Kapan nikah, ya?" keluh si pertama sambil menyeruput kopinya.

"Santai saja, bro. Jodoh itu sudah diatur sama Yang Di Atas. Nanti juga datang sendiri kalau udah waktunya," jawab yang kedua, santai.

Aku tersenyum mendengarnya. Kalimat itu begitu familiar—mirip seperti ucapan orang-orang yang malas bekerja tapi berharap rezeki datang tiba-tiba.

"Lho, tapi kamu kan kerja juga? Kalau rezeki sudah dijamin, kenapa tidak di rumah saja nunggu rezeki jatuh dari langit?" tanyaku ikut nimbrung.

Dia tertegun.


Rezeki Sudah Dijamin, Tapi Kita Tetap Harus Bekerja

Dalam Islam, rezeki memang sudah dijamin oleh Allah. Burung-burung pun diberi makan tanpa harus menimbun biji-bijian. Tapi, apakah mereka diam saja di sarang? Tidak. Mereka tetap terbang, mencari, mematuk biji, dan berusaha.

Allah berfirman:

"Dan tidak ada suatu makhluk melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya..." (QS. Hud: 6).

Tapi, jaminan rezeki tidak berarti kita boleh bermalas-malasan. Nabi Saw. bersabda:

"Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi).

Lihat? Burung itu tetap berusaha.


Lalu, Bagaimana dengan Jodoh?

Jika rezeki perlu ikhtiar, mengapa jodoh hanya ditunggu?

Banyak orang berkata, "Jodoh sudah ditentukan, nanti ketemu sendiri." Benar, jodoh itu takdir. Tapi, takdir tidak berarti kita pasif.

Rasulullah Saw. sendiri memerintahkan kita untuk menikah dan memudahkan jalan pernikahan. Bahkan, dalam hadits, beliau bersabda:

"Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka dapatkanlah yang baik agamanya, (jika tidak) niscaya kamu akan merugi." (HR. Bukhari & Muslim).

Artinya, ada kriteria yang harus dicari, bukan sekadar ditunggu.


Kisah Si Pemimpi dan Si Pencari

Dulu, ada dua sahabat:

  1. Ahmad – Dia percaya jodoh akan datang sendiri. Setiap hari, ia hanya di rumah, main game, dan berharap suatu hari seorang wanita baik akan mengetuk pintunya dan berkata, "Aku jodohmu."

  2. Fahmi – Dia aktif memperbaiki diri, belajar agama, bekerja keras, dan membuka pergaulan yang sehat. Ia mengenal calon-calon yang sesuai nilai hidupnya, dan ketika sudah yakin, ia melamar dengan serius.

Siapa yang lebih cepat bertemu jodoh?


Ikhtiar dalam Mencari Jodoh

  1. Perbaiki Diri – Jodoh yang baik datang dari diri yang baik. Tingkatkan ilmu, akhlak, dan kualitas diri.

  2. Buka Peluang – Ikut kajian, komunitas positif, atau ta’aruf yang syar’i. Jodoh tidak akan datang kalau kita mengurung diri.

  3. Berdoa & Bertawakal – Setelah berusaha, serahkan kepada Allah. Seperti rezeki, jodoh pun butuh doa dan keyakinan.


Penutup: Jodoh Butuh Aksi, Bukan Hanya Doa

Suatu hari, seorang pemuda bertanya pada ustadz, "Ustadz, saya sudah lama berdoa tapi belum ketemu jodoh. Kenapa, ya?"

Sang ustadz balik bertanya, "Kamu sudah cari di mana saja?"

Pemuda itu terdiam.

Allah menjamin rezeki, tapi kita tetap bekerja.
Allah menentukan jodoh, tapi kita tetap harus mencari.

Jadi, jika hari ini kita masih menunggu tanpa aksi, mungkin sudah waktunya bangkit, berusaha, dan bertemu takdir yang lebih baik.


"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra’d: 11).

Bagaimana pendapatmu? Apa ikhtiarmu dalam mencari jodoh? Share di komentar!

Mas Wicarita

Founder WIcarita, portal untuk Knowledge Management System

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *